Showing posts with label Kepemimpinan. Show all posts
Showing posts with label Kepemimpinan. Show all posts

Prof Wan Daud: “Karena Adab, Kepemimpinan Jatuh”



P/S:Di sini saya lampirkan satu wawancara yang penting rasanya untuk di kongsi.saya ambil dari hidayatullah.com.semoga membacanya dengan penelitian dan di fahami dengan baik.


Hilangnya adab bisa menyebabkan jatuhnya sebuah kepemimpinan? Lho apa hubungannya adab dengan kepemimpinan?


Hidayatullah.com--Dalam usaha membangun peradaban Islam, kemimpinan merupakan faktor penting. Bahkan ada yang bilang, peradaban Islam ditentukan oleh pemimpinnya. Itu bisa dipahami. Bukan saja sebagai contoh bagi umatnya, seorang pemimpin pada dasarnya punya kewenangan menentukan arah peradaban yang hendak dibangun.

Kaitannya dengan itu, Prof Dr Wan Mohd Nor bin Wan Daud merilis buku terbarunya. Prof Wan Daud, begitu Peneliti Utama Institut Alam dan Tamadun Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia (ATMA- UKM) biasa dipanggil menulis buku berjudul The ICLIF Leadership Competency Model(LCM): an Islamic Alternative. Buku yang ditulis bersama Prof Dr Naquib Alatas ini menjadi buku panduan pelatihan leadership kalangan mahasiswa Malaysia.

Lahir di Kelantan pada 23 Desember 1955. Wan Daud menyelesaikan sarjana mudanya jurusan Ilmu Biologi dan masternya jurusan pendidikan di Notthern Illinois University, AS. Gelar PhD-nya diraih di The University of Chicago.

Selama studi di Amerika, ia aktif dalam kegiatan mahasiswa Islam. Ia pernah menjadi “President of the National Malaysian Islamic Study Group” dan “President of Muslim Student Association of USA and Canada”.

Bersama Prof Dr Naquib Alatas, Wan Daud juga mendirikan ISTAC (The International Institute of Islamic Thought and Civilization). Profesor adalah tipe orang yang mudah diajak berbincang dengan para mahasiswa. Di kamar kerjanya sekarang, ATMA-UKM –setelah lebih lima tahun terpaksa meninggalkan ISTAC— hampir tiap hari ia menerima tamu. Mulai dari yang memberi pertanyaan, mengadukan masalah atau yang ingin silaturrahim untuk berdiskusi. Tamu yang datang pun bervariasi, mulai dari profesor, doktor, mahasiswa biasa atau tokoh-tokoh ketua perhimpunan mahasiswa.

Selain banyak berdiskusi dan membimbing para mahasiswa, Prof Wan juga kini sibuk menulis. Ia kini sedang mempersiapkan tiga buku, yang diharapkan dapat terbit tahun ini atau tahun depan. Yaitu buku tentang tanggapan/tulisan para tokoh atau murid-murid tentang Prof Naquib Al Attas, buku tentang aliran-aliran filsafat yang menghancurkan ilmu pengetahuan dan buku tentang syarah ar Raniri, Aqaid an Nasafi.

Pria satu istri ini telah menulis lebih dari 12 buku dan monograph. Ia juga telah menulis lebih dari 30 makalah-makalah akademik yang serius yang dimuat dalam jurnal nasional dan internasional. Di antara buku-bukunya yang telah diterbitkan adalah: The Concept of Knowledge in Islam: Its Implications for Education in Developing Country, The Beacon on the Crest of Hill, Penjelasan Budaya Ilmu, Pembangunan Malaysia: Ke Arah Satu Pemahaman Baru yang Lebih Sempurna, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al Attas: An Exposition of the Original Concept of Islamization, Mutiara Taman Adabi: Sebuah Puisi Mengenai Agama, Filsafat dan Masyarakat dan lain-lain.

Berikut petikan wawancara koresponden www.hidayatullah.com di Malaysia, Nuim Hidayat. Wawancara dilakukan di kantornya ATMA-UKM, Bangi-Selangor, Malaysia.

Setelah menggulirkan Islamisasi, mengapa Anda mengeluarkan buku tentang Leadership ini?

Pertama sekali kita katakan, bahwa islamisasi dalam bentuknya yang paling intensif berlaku pada pribadi. Apabila pribadi itu mau diislamkan, maka aspek pertama yang diislamkanya adalah akal pikirannya. Apabila alam pikriannya tidak dikuasai dengan pandangan alam Islami, maka tindak-tanduknya, akhlaknya baik di tingkat pribadi maupun sosial atau di tingkat negara atau global tidak akan dapat dibentuk mengikut kehendak Islam.

Dan akal pikiran seseorang itu dibentuk melalui ilmu pengetahuan. Dalam Al-Quran penekanan terhadap ilmu pengetahuan ini adalah cukup fundamental. Menurut Prof Hamidullah dan banyak pengkaji lainnya, bahwa setelah nama-nama Allah yang paling banyak disebut Al-Quran, maka setelah itu banyak disebut kata yang berkait dengan ilmu pengetahuan, makna-maknanya dan contoh-contohnya. Seperti ungkapan, ya’lamun, ya’qilun, yatafakkarun, dan sebagainya.

Ayat-ayat ini banyak ayat Makiyyah. Maknanya ini adalah pembinaan pada generasi pertama. Yakni untuk mempersiapkan kepemimpinan umat masa itu dan juga kepemimpinan umat mendatang. Mereka yang akan menjadi pemimpin dan pengikut yang bijak. Sehingga kemudian ketika di Madinah, ilmu menjadi budaya.

Dalam Perang Badar saja, ada satu kaidah perang yang penting, yang digunakan oleh Rasulullah saw. Bahwa Rasulullah memberikan syarat pembebasan tawanan pada siapa-siapa yang bisa mendidik sepuluh umat Islam. Maka di sini pendidikan itu adalah ‘resiko politik’, di mana Rasulullah membebaskan tawanan yang paling pandai. Biasanya di zaman sekarang, tawanan yang paling pandai itu dipenjarakan dalam waktu yang lama. Tetapi bagi Rasulullah, bila seorang paling pandai bisa mendidik sepuluh orang, maka keuntungan bagi umat Islam sepuluh kali lipat.

Ada buku Prof Naquib al Attas, yang cukup terkenal dan monumental, yaitu Islam and Secularism. Ia menyebut bahwa masalah umat Islam yang paling fundamental bukanlah ekonomi, ketentaraan/ militer, politik, sains --walaupun itu adalah masalah yang penting-- tapi masalah fundamental yang menimbulkan berbagai masalah ini, adalah kekeliruan dan kekacauan ilmu pengetahuan yang berakhir pada kehilangan adab umat Islam. Kehilangan adab dan kekeliruan ilmu pengetahuan ini melahirkan kepemimpinan yang salah dalam semua bidang.

Maka sebenarnya permulaannya kita diminta oleh Direktur Eksekutif ICLIF (The International Centre for Leadership in Finance, Kuala Lumpur), Datuk Rafiah binti Salim yang kemudian dia diangkat pemerintah Malaysia mejadi rektor wanita pertama di Universiti Malaya. Dia meminta kita menulis buku tentang leadership itu. Selepas 3-4 bulan minta penulisan itu, dia dilantik menjadi rektor di Universiti Malaya. Jadi dia tidak sempat ‘melihat’ buku ini, walaupun tentu dia tentu dapat buku ini kemudian.

Buku ini sebenarnya merupakan satu proses natural dalam proses Islamisasi yang kita gulirkan bersama. Sesungguhnya kita tidak mengira akan melahirkan buku leadership itu secepat ini, kalau tidak diminta oleh Datuk Rafiah itu. Bisa jadi tidak tidak tahun 2007 terbit, mungkin tahun depan. Jadi dia datang lebih awal sedikit dari semula yang kita rencanakan. Karena dalam kehidupan ini sering tidak mengikut jadwal yang kita rencanakan. Hidup mati kita juga begitu.

Tapi dari segi proses Islamisasi, penerbitan buku ini adalah natural. Karena masalah kita sekarang adalah belum cukupnya para pemimpin yang benar di segala bidang. Banyak kepemimpinan bidang ekonomi, sosial, pendidikan, agama dan politik yang tidak menepati kehendak alam Islam dan akhlak yang mulia. Ini karena Confusion of Knowledge (kekacauan ilmu pengetahuan) . Confusion of Knowledge ini disebabkan karena hilangnya adab.

Jadi tidak ada upaya untuk meletakkan sesuatu di tempat yang betul. Sebab umat Islam ini bukan tidak ada resources (sumber daya). Bukan tidak ada minyak, tidak ada kekayaaan, fasilitas, ilmu dan sebagainya, tapi masalahnya itu semua tidak digunakan secara betul. Misalnya kini, tokoh non Muslimdigunakan sebagai rujukan utama dalam kajian Islam atau dalam bidang politik seorang penyanyi atau pelawak diminta untuk menjadi pemimpin politik.


Bagaimana menurut Anda sifat kepemimpinan itu?


Perlu diingat, bahwa dalam Islam, kepemimpinanan bukanlah.bersifat satu dimensi. Pertama sekali kepemimpinan itu adalah satu kualitas insaniyah. Seseorang itu harus bisa memimpin dirinya. Bermakna, bagaimana dia memimpin jiwa aqlinya, memimpin jiwa badaninya, nafsunya, syahwatnya atau marahnya. Karena itu ini ada kaitannya dengan ilmu dan adab/akhlak.

Kalau dia ada ilmu tentang dirinya, tentang ilmu aqidah, halal haram, maka dia bisa mengontrol secara rasional kehendak hewaninya dalam dirinya itu. Kehendak hewani bukan harus dimatikan, tapi perlu dikontrol. Sebab kita perlu ada rasa syahwat, kalau tidak kita tidak punya anak. Perlu ada marah, sehingga bisa berjuang, berjihad di jalan yang benar. Juga berani menyatakan yang benar. Karena menyatakan yang benar ini adalah manifestasi dari rasa marah itu. Cuma jangan marah selalu. Juga jangan syahwat selalu.

Kepemimpinan bersifat multidimensi (lintas sektoral) ini contohnya, pemimpin dalam bidang politik maka dia juga pemimpin keluarganya. Banyak keputusan politik, ditentukan oleh keluarganya yang tidak dipilih oleh rakyat. Jadi dia tidak bisa memimpin rakyat, kalau dia tidak bisa memimpin keluarganya itu. Banyak kita tahu bahwa pemimpin dalam bidang, perbankan, politik, universitas contohnya, memutuskan pelantikan atau pengangkatan seseorang, kadang-kadang ditentukan di rumahnya. Oleh suaminya, oleh anaknya atau istrinya. Begitu juga ketika seseorang memimpin universitas.

Maka kepemimpinan dalam ekonomi ada hubungannya dengan politik. Politik ada hubungannya dengan keluarga. Semuanya interrelated. Walaupun kita targetkan misalnya mendidik golongan-golongan pemimpin perbankan, profesional, maka prinsip-prinsip, contoh-contoh tidak hanya dari perbankan. Malah kita rujuk kepada Al-Quran, Hadits, sejarah Rasulullah, sahabat dan para ulama-ulama yang kemudian. Para pemimpin di masa Utsmani, Mughol, Safawi, Andalusia, Melayu dan lain-lain. Jadi pendidikan kepemimpinan itu bukan khusus untuk para peniaga, meskipun mereka terlibat dalam pernigaaan, keuangan dan sebagainya.

Jadi dalam training-traing tertinggi golongan direktur/manajer industri keuangan itu, mereka merujuk bukan hanya tentang ekonomi, tapi juga tentang hal-hal yang personal atau global. The Art of Warmisalnya, walaupun ditulis lebih dari 2000 tahun yang lalu, dimana isinya banyak tentang peperangan, tapi digunakan untuk ‘analogi’ pengurusan ekonomi, sosial dan lain-lain. Karena leadership memang begitu. Ia interrelated. Buku Niccollo Machiavelli, The Prince juga digunakan. Karena banyak asas kepemimpinan, peniagaan, dll. sekarang ini adalah Machiavellian. Padahal Machiavelli berbicara dalam konteks politik, yang banyak dibaca orang politik juga.


Apa saja karakter-karakter dasar yang mesti dimiliki seorang pemimpin?


Pemimpin itu dalam konteks Islam harus memahami dan menghayati worldview Islam. WorldviewIslam adalah pandangan Islam yang sebenarnya harus terwujud dalam diri manusia (Muslim). Tentang tuhan, ruh, alam, manusia dan seterusnya. Tentang hakekat manusia, bahwa dia dijadikan, tidak kekal. Ada alam akhirat setelah alam dunia ini. Juga tentang arti kekuasaan, ilmu pengetahuan dan kebahagiaan. Ini akan membentuk worldview Islam pada diri seseorang (pemimpin). Sehingga tidak dikelirukan oleh worldview lain.

Tapi kita tahu beberapa tahun belakangan ini, pandangan alam Islam itu telah dikelirukan. Dengan unsur-unsur sekuler yang sekarang ini marak, dengan kejahilan umat Islam sendiri, dengan kaidah-kaidah yang salah dalam memahami teks-teks Al-Quran dan Hadits dan sejenisnya. Bila hal-hal seperti ini berlaku maka worldview berubah. Bila worldview berubah, tujuan berubah. Motivasinya, kaidahnya juga berubah. Dia menjadi bukan lagi Islami. Meskipun tak sepenuhnya anti Islami. Tapi Islami dari segi komperehensif, tidak mewujud dalam dirinya. Maknanya bila pemahaman Islamnya komperehensif dan clear, walaupun dia buat silap (kesalahan), dia tahu itu suatu kesalahan, maka dia akan bertobat. Dia tahu jalan untuk memperbaikinya. Karena worldview itu telah jelas dalam dirinya. Tapi kalau worldview itu keliru, maka dia tidak tahu kalau yang dia buat itu salah. Karena dia tidak tahu benarnya.

Contohnya dalam ekonomi dan perbankan Islam. Riba itu haram. Jelas riba itu haram. Tapi persoalan dalam Islam, bukan hanya riba, tapi juga pengentasan kemiskinan. Bank Islam harus dapat mengentaskan kemiskinan. Ini hanya satu contoh kecil saja. Bagaimana telah berlaku kekeliruan.

Juga dalam kepemimpinan politik Muslim.Bukan hanya pemimpin menjaga bidang ekonomi, perniagaan atau kesejahteraan. Tapi penjagaan terhadap jiwa dan akhlak rakyat, terhadap keselamatan yaumil akhirah haruslah dibuat dengan baik. Para pemimpin di bidang itu kini tak berbuat sewajarnya. Dianggap bahwa pembangunan ekonomi itu yang paling tinggi. Dalam Islam, ekonomi tentu tak dikecilkan. Kita harus menjaga harta kita, menjaga keluarga, menjaga negara kita, tapi semua adalah alat untuk kemajuan rohani dan ukhrawi. Tapi sekarang justru yang rohani dan ukhrawi ini ditepikan. Bukan dibuat sebagai kebijakan utama. Ekonomi yang dinomorsatukan.

Dalam konteks sekarang, misalnya krisis ekonomi yang berlangsung sekarang. Bila perusahaan itu bangkrut, apakah manajer/direktur mau dikurangi pendapatannya? Perusahaan mengalami kerugian, ramai pekerja-pekerja yang dipecat, tapi ia (manajer) itu tidak mau rugi. Mereka tidak mau mengeluarkan uangnya atau dipotong gajinya. Sebab ia hanya melihat dari segi kontrak saja. Kontrak dengan pekerjanya bisa dibatalkan setiap waktu, sedang kan kontrak dia nggak mau diapa-apakan. Maka disini bukan kontrak itu yang terpenting, tapi segi maslahat ia lupakan. Hilang sifat ihsan, sifat kasih sayang kepada manusia lain.

Dalam buku ini juga kita paparkan bagaimana contohnya orang yang paling praktikal macam para sahabat yang menjadi khalifah sebagai teladan. Misalnya.Jendral Abdullah bin Husain. Dia seorang jendral dalam sejarah Islam. Dulu jenderal itu orang yang mengerti hal-hal yang praktis (paktikal). Tapi dia menulis surat kepada anaknya, agar ingat kepada Allah SWT, ingat hari pembalasan, orang miskin dan sebagainya. Apabila kita bicara dengan jenderal sekarang, bagaimana? Jenderal sekarang ini, bukan praktikal. Kalau dulu mereka maju perang, kalau kalah ditebas kepala mereka. Contoh-contoh yang disebutkan dalam buku itu adalah bagaimana hal-hal ukhrawi, imani, akhlaki itu mejadi pendorong utama bagi hal-hal duniawi.

Contoh Sayyidina Ali. Dia orang yang sangat praktikal. Tapi dalam surat ke gubernurnya, ia sangat menekankan hal-hal yang bersifat ukhrawi, imani, dan lain-lainl. Ibnu Sina, juga seorang yang praktikal (ahli kedokteran), dia menekankan pada ilmu, pada shalat nawafil dll. Dalam kaidah Islam ada satu kesatuan yang saling menyokong (ukhrawi duniawi). Sekarang ini telah banyak dikelirukan. Maka contohnya bila kita bercakap tentang keilmuan, pemikiran, itu praktik dan logika. Orang dulu sebenarnya lebih praktik dari orang sekarang. Mereka politik juga. Aqidah, pandangan alam Islam ini teoritikal. Tapi teoritikal yang terkait langsung dengan paktik. Sekarang telah berlaku dualisme, tentang hal-hal yang berkaitan dengan aqidah, terpisah dengan hal-hal keuangan, politik, dsbnya.


Bagaimana adab yang harus dimiliki seorang pemimpin?


Adab yang dimaksudkan di sini adalah disiplin aqli, rohani dan fisik. Di mana seseorang itu menempatkan sesuatu di tempatnya yang betul, mengikut sistem Islam. Sehingga dia menempatkan Allah sebagai Tuhan di tempat yang sebenarnya. Tujuan adab sebenarnya adalah menjadikan seseorang itu menjadi ibadurrahman, menjadi muslim yang terbaik. Allah diletakkan pada tujuan pertama, bukan tujuan kedua atau ketiga. Sekarang ini kalau pemilihan umum, orang berjanji ke masyarakat, setelah pemilu lupa kepada tujuan awalnya itu. Jadi Allah dia gunakan untuk mendapatkan dunia. Kekuatan kepemimpinan akan berlaku, selama adabnya betul.

Contohnya bila seorang Muslim menjadikan Nabi sebagai contoh yang paling utama, dan juga para sahabatnya, maka keteladanan itu harus dioperasionalkan. Tapi karena sekarang ini adab berlalu, Nabi dan para sahabatnya dianggap sebagai out of date. Mereka lebih suka menggunakan Sun Tzu, Jengis Khan, yang tokoh-tokoh ini --memang boleh digunakan contoh (hikmah)-- tapi jangan dikatakan bahwa Nabi dan sahabat-sahabatnya itu out of date.

Atau kita lebih baik meneladani tokoh-tokoh ulama lain, seperti ulama-ulama Melayu. Syekh Yusuf Makarsari, Syekh Ar Raniri, Raja Ali Haji dsb nya. Sebab dalam politik Islam, tempat-tempat mereka ini bukan dibatasi oleh sejarah. Kita berprinsip bahwa siapa-siapa yang baik, mereka akan tetap baik (diteladani) . Walaupun ada unsur-unsur pada dirinya atau pemikirannya yang mungkin saat ini boleh berubah. Seperti apa yang mereka pakai, dia makan dsbnya. Tapi akhlaknya itu tetap bisa diteladani. Juga bisa diteladani tentang keadilannya, kesabaran, keberanian, tawadhunya dll.

Kehilangan adab juga menyebabkan jatuhnya kepemimpinan. Dia mungkin baik-baik, tapi karena kelemahan kecil, ia dijatuhkan oleh kawannya yang tidak ada adab. Dia adianggap sebagai orang yang konservatif, out of date, tidak progresif. Padahal ulama-ulama itulah yang mau agar Melayu maju dari dulu sampai dengan sekarang.

Adab itu adalah satu syarat untuk mengembalikan kepada kepemimpinan dan intelektual masyarakat Islam. Jadi kita harus merujuk pada pemimpin yang sesuai, pemimpin ini tidak ramai. Kalau banyak orang nggak betul, maka seorang pemimpin pun cukup. Misalnya adalam bola, ada Maradona. Maka tidak banyak orang seperti Maradona. Dan Maradona harus ditempatkan sebagai pemain utama, kalau dia dibuat sebagai pemain sampingan maka tak berfungsi Maradona itu.

Orang-orang seperti itu tak ramai, tapi harus diberikan peranannya yang utama. Kalau orang yang hebat itu ramai, maka dia bukan orang hebat. Sifat ketokohan tertinggi itu tidak ramai. Imam Syafii seorang saja. Juga Imam Malik. Tapi pembangunan tamadun di Andalusia itu, meskipun pemain-pemainnya ramai, tapi mereka semuanya bermazhab Maliki, walaupun mereka tidak bersetuju dengan semua yang Imam Malik katakan, tapi mereka menghormati Imam Malik itu. Begitu juga ketika masa Utsmani.. Di Anatolia Turki, mereka bermazhab pada Imam Hanafi, dari segi teologi mereka bermazhab Imam Maturidi. Kita boleh berbeda, boleh ada perubahan, tapi mesti ada respek. Seperti orang Melayu ini, orang Jawa, Batak, Malaka, tapi hampir semuanya bermazhab Syafii.

Syekh ar Raniri misalnya membuat syarah an Nasafi. An Nasafi itu madzhabnya Maturdii. Raniri memuji Nasafi dan Taftazani (yang membuat syarah an Nasafi), tapi dia juga mengatakan bahwa dalam beberapa hal, Imam Syafii lebih hampir kepada kebenaran. Maka kalau ada orang menyatakan bahwa mazhab ini memecah belah umat Islam itu salah. Dalam bidang aqidah, ulama besar-besar merujuk pada ulama-ulama besar dari mazhab lain juga.

Bagaimana memulai lagi, menumbuhkan pemimpin-pemimpin baru?

Pertama sekali umat Islam harus bangkit dengan pandangan alam Islami yang tadi. Kita tentu tak bisa mengharapkan kesempurnaan. Karena kesempurnaan itu hanya pada Nabi saja. Dan para pemimpin kita harus menerima nasihat-nasihat, karena mereka juga tidak sempurna. Kita harus mengenal pasti siapa di antara umat Islam itu yang memancarkan pandangan alam Islam ini. Dan juga akhlaknya dan juga kewibawaannya untuk memimpin, sehingga orang lain memahami. Kalau orang nggak memahami dia sebagai pemimpin, maka ia tidak boleh memimpin. Jadi harus ada kecakapan memimpin.

Misalnya kepahaman dia (tentang Islam) tidak begitu mendalam, tapi dia mempunyai kecakapan memimpin dan akhlak yang baik, maka dia harus memimpin. Untuk meningkatkan pemahaman ini, maka dia harus konsultasi atau meminta nasihat yang lebih ahli. Inilah juga yang diharapkan Imam al Ghazali, Taftazani dan ar Raniri. Tak semestinya bahwa setiap pemimpin itu adalah orang yang paling baik dalam pemahaman dan dalam akhlak sekalipun. Tapi dia harus orang yang paling cakap mempimpin. Dia harus mengenali dirinya itu dan berkonsutasi dengan tokoh-tokoh yang lebih berwibawa. Dia harus mendengar nasihat-nasihat itu. Kalau tidak dia akan membenarkan kejahatan, membenarkan kezaliman. Kalau pemimpin itu membenarkan kejahatan, kezaliman dia boleh diberi sanksi dan dia boleh bertobat.

Taubat adalah kesadaran aqliyah dan rohaniyah tentang apa-apa yang telah dilakukannya. Taubat adalah karena dia tahu perbuatannya salah.Tapi kalau dia justifikasi bahwa dia tidak bersalah, maka dia merasa tobat tak perlu lagi. Dia merasa benar, malah yang benar dia anggap salah. Dalam teks aqidah ar Raniri dia katakan: Raja yang zalim, dia boleh memegang kepemimpinan. Tapi bila raja itu berbuat yang menjatuhkan imannya, menyatakan bahwa babi itu halal, arak itu halal, itu kufur, maka dia boleh dijatuhkan. Kalau dalam demokrasi dia boleh dijatuhkan dalam pemilu atau impeachment.

Dalam umat Islam sekarang ini, ketidakstabilan berlaku, karena terlalu banyak pertukaran pemimpin. Padahal dia membuat kesalahan-kesalahan yang tidak fundamental. Duit yang diguakan dalam demokrasi ini begitu besar. Lebih mahal dari pembinaan manusia yang berkualitas, lebih mahal dari pembinaan rumah-rumah rakyat kecil yang diperlukan. Duit dibuang untuk pemilu. Inti demokrasi untuk membangun rakyat, kesejahteraannya, sekarang berubah, intinya adalah proses. Hanya pada proses, tak mengira pada perubahan yang terjadi. Ini bukan suatu tindakan yang bijak.

Jadi, pandangan alam Islami ini harus dipahami lebih mendalam, baik di masyarakat level paling atas maupun tingkat paling bawah. Peningkatan pemahaman worldview ini harus dimulai dari level atas. Sebab rakyat awam mengikut golongan yang paling atas. Kalau dia benar sekalipun, kalau golongan atas tak melakukan, maka kebenaran itu biasanya akan dinafikan. Karena itu, kata Prof Naquib, perubahan yang paling strategis adalah prubahan di level atas.

Karena itu perubahan yang terpenting adalah perubahan pendidikan di tingkat tertinggi. S3, S2, S1. Ini bukan bersifat elitis yang negaitif, tapi elitis yang strategik. Pendidikan juga mengubah orang dewasa dahulu. Yakni kalau orang dewasa telah berubah, maka anak-anak akan berubah. Tapi alau anak-anak berubah, orang-orang tua atau dewasa tidak berubah, perubahan akan kecil maknanya. Anak-anak shalat, bapaknya tidak shalat. Lama-lama anaknya tidak shalat. Itu kaidah Ilahi juga, Semua anbiya’ diturunkan untuk orang-orang dewasa. Dan mereka menyadarkan pemimpin-pemimpn politik tertinggi saat itu. Karena itu kita mendirikan ISTAC dulu, juga Prof Naquib ketika tahun 70-an Seminar di Mekkah tentang Pendidikan, mengingatkan tentang pentingnya Universitas.

Bila universitas telah dibereskan, maka sekolah-sekolah menengah juga akan beres. Sebab guru-guru sekolah menengah dari universitas juga, pegawai-pegawai keuangan juga universitas, paling kurang S1. Kalau fokus di level bawah, maka perubahan itu tidak akan berlaku dengan sebaik-baiknya. Orang-orang Barat faham akan hal itu. Mereka tidak menggarap SD, atau sekolah menengah, tapi menggarap di tingkat universitas.


Nampaknya dunia Islam tidak serius dalam menggarap pendidikan tinggi ini?


Bukan tidak serius, pendidikan tinggi ini paling sulit. Untuk mendidik orang-orang yang pintar ini paling sukar. Karena itulah kita memerlukan leadership, intelektual yang pintar itu. Diberikan pinjaman untuk mahasiswa, juga dididik keberaniannya dan lain-lain. Tapi tentu harus dipikirkan semuanya. Pendidikan di tingkat bawah atau menengah juga Ok digarap. Tapi jangan pikir itu sudah selesai. Sebab semuanya menjurus ke atas.

Masalah umat ini bukan karena SDM yang tidak bagus, tapi karena kepemimpinan yang tidak bagus. Mereka mungkin pergi shalat, umrah, pakai jilbab, tapi worldviewnya bagaimana. Juga akhlaknya. Dia pikir selesai pergi ke masjid dapat pahala. Jangan diperentengkan pahala itu. Jadi ada ibadah-ibadah fardi/ individu yag mungkin bisa dilaksanakan, tapi yang ijtimai/kemsyarakat an ini mesti harus dilaksanakan secara serius.


Mengapa Barat serius memperhatikan universitas, kita belu?


Mereka ramai (serius) karena mereka telah mengenal pasti masalah itu. Mereka tahu petanya dimana. Dalam kehidupan kita kalau banyak tokoh alhamdulillah. Tapi persoalannya tokoh itu sedikit, dan dari sedikit ini apa yang telah kita lakukan. Jadi kalau yang sedikit tokoh ini diabaikan, tak diberi kesempatan, maka tak akan jadi ramai. Sebab siapa yang akan belajar kepada dia? Sebab dia ditutup, dibungkus. Jadi pertama cari dulu tokoh yang ada, kemudian kasih posisi. Sehigga dia ada peluang untuk mendidik dan mengajar. Sehingga nanti akan jadi ramai murid-muridnya.

Maka persoalan yang paling awal, siapakah dalam bidang-bidang itu yang paling berwibawa? Yang mempunyai integritas. Tapi masalahnya jumlah yang sedikit ini tidak diberdayakan. Orang lebih yang rendah ilmu dan kepribadiannya, dipernobatkan diangkat-angkat. Dan mereka ini bila berada di posisi itu, maka ia akan mengecil-ngecilkan yang besar. Kemudian menuduh seorang tokoh ini tak bisa kerjasama dengan orang, angkuh, jahat, anti kerajaan, sufi, pro syiah dan lain-lain, dia menfitnah. Maka dalam buku saya, saya katakan, “Walaupun puyuh mencuri sayap elang, dia tak bisa terbang. Dia tak bisa mengawal kuatnya angin di awan, hatinya sebesar kuman.”

Jadi walaupun orang itu diletakkan tinggi-tinggi, menjadi perdana menteri, pengarah/direktur, dia tidak bisa memegang amanah itu. Sebab amanah memerlukan ilmu, keberanian, akhlak dan keadilan. Jadi masalahnya bukan tak ada menteri, profesor, presiden, tapi masalah kecakapan. Macam puyuh tadi. Sehingga akhirnya mereka-mereka ini malah menjadi rayap, hewan yang meruntuhkan bangunan dari dalam.

Karena itu dalam hadits yang terkenal dikatakan bahwa “Bila Allah murka dalam satu umat, dia akan tarik ilmu dengan mematikan orang-orang yang berilmu dan digantikan dengan orang-orang yang tidak berilmu. Dan orang ini bila diminta pandangan, maka dia menyampaikan pada orang-orang ramai dan pandangannya sesat menyesatkan.”

Mematikan ilmuwan (ulama) itu bukan hanya maknanya mencabut nyawa ilmuwan itu saja. Ilmuwan yang mati, tapi ilmunya dimanfaatkan, diguna banyak orang, dia masih belum mati. Mati bila ilmu tak digunakan lagi. Seperti Imam Malik dan Imam Ghazali mereka tidak mati, karena ilmunya terus dipergunakan orang sampai sekarang. Tapi bila orang-orang yang tak berilmu memimpin, maka menjadi rusaklah dirinya dan umat juga. Orang yang tak berilmu akan mengatakan yang haram itu halal atau sebaliknya.

Dalam buku saya yang baru akan terbit nanti, saya mengutip al Ghazali bahwa ada empat kategori orang. Pertama, orang yang tahu bahwa dirinya tahu, ia harus diikuti. Ia harus diperhelangkan (dijadikan semacam burung elang). Yang kedua, orang yang tahu, dia tidak tahu. Ia harus diajari. Semacam kita-kita ini. Yang ketiga, tidak tahu bahwa ia tahu. Ia harus dikejutkan, harus diberi kesadaran. Keempat, ia tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu, ia harus ditepikan. Problemnya justru orang yang seperti ini kadang dipernobatkan, padahal ia akan buat banyak masalah.

Karegori ini penting, agar kita tahu menempatkan orang dimana. Orang yang tahu bahwa dirinya tahu, perlu dipernobatkan. Ar Raniri dan Raja Ali Haji perlu diteladani misalnya, agar rakyat menjadi terbimbing. Tapi kalau ia tidak tahu, hanya menuruti nafsunya, hanya karena keluarganya dari yang berkuasa, bapaknya orang berkuasa, atau ia menjadi menantunya kemudian berkuasa, maka rusaklah rakyat itu. Maka Abdullah Munsyi menyebut, bagaimana personifikasi orang di zamannya, setelah kerajaan Malaka hancur: Belalang disangka elang, cacing disangka ular naga, kutu disangka kura-kura. Jadi terjadi confussion and error.


Ada yang menyebut bahwa kepemimpinan yang benar itu adalah kepemimpinan berfikir, bukan kepemimpinan politik, ekonomi, militer, dan lain-lain. Bagaimana pendapat Anda
?

Mengikut Imam Ghazali, ada tiga tipe kepemimpinan. Pertama, kepemimpinan para anbiya’, yang memimpin jiwa dan tubuh manusia. Kedua, kepemimpinan para umara’ yang memimpin tubuh saja. Ketiga kepemimpinan para ulama, yang memimpin jiwa. Bagi al Ghazali dan berlaku umat Islam juga, kepemimpinan yang paling afdhal, selepas Nabi, adalah kepemimpinan ulama. Sebab ulama dalah pewaris anbiya. Walaupun tubuh itu penting, tapi yang terbesar dalam manusia ini adalah jiwanya. Jiwanya bukan untuk hidup duniawi, tapi juga ukhrawi. Kalau boleh kedua-keduanya tentu lebih afdhal. Sebab ada di kalangan umara yang berupaya memimpin jiwanya masyarakat, ilmunya ada. Dan juga ada ulama yang bisa memimpin masyarakat, karena dia pewaris anbiya’ itu. Seperti contohnya para sahabat. Jadi ini bukan tiga kategori yang terpisah. Tapi tak banyaklah orang seperti ini.

PANDANGAN RINGKAS SAYA


Sepanjang saya meniliti susuk tubuh al attas walaupun peringkat awal dalam proses memahami ideanya walaupun sedang memahami "islam n secularism" secara berperingkat ianya secara peribadi banyak mengubah cara saya berfikir.Saya sentiasa berhati-hati dan tidak gopoh dalam memamahami setiap pembacaan yang di baca.

Saya telah menemui satu rumusan yang sangat cantik yang di lakukan oleh al attas.Di mana ketidakfahaman ilmu menghasilkan kerosakkan adab yang melahirkan pemimpin yang songsang.Tapi sayang tidak semua yang menjumpai kebenaran gara-gara inginkan penguasaan yang cepat terus bermula dari atas.Hal ini terjadi pada permainan politik yang tidak memandang serius akar permasalahan tapi berbentuk reaksi malah berjaya sepenuhnya melumpuhkan proses tamadun dan merosakkan minda yang di bawah.

Kekeliruan ini juga terhasil apabila gagal memahami tradisi islam serta gagal dalam memahami "worldwiew islam n barat".Saya akui hasil tercetusnya penjajahan 400 tahun terhadap umat islam yang memberi kesan imferiority complex gara-gara ketidakseimbangan pertembungan islam dan barat dan terus menjadi kekeliruan golongan modernis yang sentiasa mengagungkan barat.Dapat di simpulkan bahawa ilmuwan bertanggungjawab merealisasikan agenda pencerdasan dan pembangunan ummah dan yang penting umat islam menilai sesuatu atas dasar iman ,ilmu dan kejujuran bukan atas dasar kepentingan,nilai-nilai asing,pengaruh pemikiran barat.

BANGKIT DARI LUMPUH


Pondok usang buruk bersebelahan dengan parit besar yang terbiar sambil di perhatikan kanak-kanak yang masih belum tidak mengenal erti sebenar di mana ketika saat kepanasan cahaya matahari meresapi seluruh badan di atas tanah merah itulah menjadi saksi detik episod permulaan sebuah tarbiyah.

Seluruh makhluk di bumi ini menjadi saksi segala setiap episod perjalan itu.Benar sekali begitu susah untuk seorang remaja itu untuk di ciptakan tika hati ini bagaikan batu yang inginkan keseronokkan dan kebebasan untuk di cairkan.
Pergolakkan jiwa seorang remaja yang tidak pernah puas akan layanan nafsu dan sentiasa inginkan kebebasan ini di hentak dengan hentakan padu tarbiyah yang mengajar perjalanan erti hidup.
Sejarah nabawiyyah menyaksikan bagaimana seorang nabi itu di tarbiyyah oleh Allah.Ini jelas menunjukkan bahawa nabi di uji dengan pelbagai bentuk ujian yang di beri

Kenapa begitu susah kita dalam menerima sesuatu tarbiyyah sedangkan Nabi Allah di uji lagi pahit sebagaimana Musa yang di tarbiyyah oleh Allah keadaan kaumnya selepas peninggalannya.Bagaimana yaaqub yang merana di uji kesakitan yang begitu menguji kesabaran.
Kita melihat sekali lagi ibrah daripada kisah Yussuf yang di fitnah begitu hebat ketika itu.Pernahkah kita merasai bagaimana posisi yussuf ketika itu sedang hati dan jiwanya saat itu walaupun kebenaran milik yussuf.Tetapi itulah tarbiyyah Allah kepada hambanya untuk untuk menghakis kesombongan diri di samping terbinanya suatu kekuatn yang luar biasa.

Kenapa sekali lagi kita susah untuk menerima segala ujian ini? Sememangnya ianya bermula daripada seketul hati yang keras susah untuk di cairkan dek kerana kelalaian kemaksiatan yang selalu.

Sesungguhnya latihan perjalanan hidup ini sememangnya di serapkan pada tamrin untuk kita membuka bagaimana kesusahan di sana.Semestinya di aplikasi di dalam kehidupan bukannya sebagai permainan retorik yang akhirnya melahirkan ahli yang retorik.

Tamrin ini bukanlah semata-mata menghabiskan duit poket ,tenaga,masa yang sememangnya seronok jika di isi bersama keluarga ketika itu malah begitu halus hatimu wahai generasi yang melahirkan generasi yang mendatang.

Tamrin ini juga bukanlah retorik dalam mendidik jiwamu mengenal erti hidup tetapi sungguh halus hatimu untuk melahirkan pemuda pewaris perjuangan masa hadapan.

Tamrin ini juga bukanlah di habiskan suara jeritan tarbiyyah semata-mata malah sesungguhnya halus hatimu melahirkan generasi yang tegar pada tarbiyyah.Sesungguhnya begitu besar harapan untuk menyaksikan satu generasi dalam tiga generasi yang mengimpikan generasi salehuddin,generasi ulul albab,generasi ghuraba.

Bangkitlah wahai jundullah,eksplorasikan dirimu dalam membina kekuatan luaran dan dalaman untuk mengemudi suatu bahtera perjuangan.

PEMIMPIN



Ketika hangat dalam mencari dan memilih kritia seorang pemipin sebenarnya terlalu berat dan sensitif untuk penulis membincangkan persoalan Ini apatah lagi untuk membincangkan secara mendalam dan panjang lebar.Terlalu mentah rasanya ilmu pengetahuan untuk mengupas persoalan ini.Persoalan turun temurun ,zaman berzaman di bncangkan tanpa menemui titik noktah hinggalah ke zaman muasir ini.Sebagai seorang yang berasa perihatin pada hal ini merasakan bahawa soal kepimpinan merupakan soal yang serius begitu memerlukan pengamatan yang mendalam.Ini kerana persoalan ini melibatkan soal kestabilan politik,ekonomi, keluhuran budi pekerti sebagai solekan utama dalam mencapai sebuah Negara yang jelas pada matlamatnya.
Pada waktu di mana keadaan manusia yang sudah tiada nilai dalam menggunakan nikmat yang diberi kepadanya yang alpa melakukan kerosakkan dalam erti usaha untuk memburukkan atau mempelagakan sesama manusia dengan membuat perpecahan serta cukup bernafsu dalam mengkritik secara hodohnya tanpa mengetahui akikat keadaan sebenarnya begitu merunsingkan penulis malah umat islam laginya.Namun realitinya bahawa sikap golongan yang bijak merosakkan kepada perpaduan ini mestilah di buang sejauh-jauhnya.

Pernahkah kita berfikir sebentar untuk memikirkan keaadan politik,ekonomi,social di Malaysia pada tempoh satu dekad yang akan datang? Bagaimana kualiti pemimpinya pada akan datang?Bagaimana pula kualiti kepimpinan yang bakal mencorak warna Negara?HIJAU ataupun BIRU yang semakin tenat dan terdesak ketika ini?.Persoalan ini penulis ajukan untuk kita bersama membuka minda yang kian hari semakin di jajah oleh pemikiran-pemikiran nasiolisme yang tidak perlukan kepada perubahan membawa kepada kebaikkan.
Pastinya kita akan menginginkan pemimpin yang futuristik tentang nasib agama dan bangsanya sendiri.Sesungguhnya sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin yang bersama rakyat dan bertanggungjawab apa yang di pimpinnya bukannya bersama ketika kempen piliharaya semata-mata yang tahu hanya menghabiskan duit rakyat demi kepentingan diri.

Pak Hamka meletakkan pandanganya dan mengakui bahawa sudah sunnahtullah segala sesuatu berjalan dengan pimpinan.Tanpa pimpinan yang mantap akan memberi ruangan atau laluan kepada kelenyapan sebuah tamadun itu.
Insafilah sejarah agar tidak menjadikan pimpinan di Negara kita seperti KETAM yang mengajar anaknya berjalan lurus tetepi hakikatnya masih tidak lagi mampu menunjukkan’USWATUL HASANAH’. Jangan pula menjadikan kepimpinan kita seperti SANTA CLAUS yang hanya berselindung pada wajah yang cantik dengan menyumbang pelbagai hadiah kepada orang lain namun pada hakikatnya menumpang tuah orang lain iatu barang bukan miliknya, Jangan pula berwatakkan seperti FIRAUN,QARUN yang rakus dan tamak haloba pada harta sedangkan hakikat keperluan rakyatnya tidak terbela.
Jiwailah keperihatinan SEMUT yang menyeru anak buahnya supaya berlindung di kala kedatangan rombongan tentera sulaiman yang melentasi kawasan mereka.Aspirasikan juga semangat dan kekuataN yang di tunjukkan KURA-KURA dalam menyahut cabaran arnab hingga mampu mengalahkannya.

Di manakah kayu ukur kita dalam meletakkan criteria seorang pemimpin Kita tidak mahu menjadi parasit yang hanya mengharapkan tuah bakal datang.Semangat lalang juga perlu di buang dalam membentuk kepimpinan maka jadilah benih yang mampu subur di merata tempat tanpa di kuasai masalah keliling.
Kepimpinan yang tidak “lekang dek panas lapuk dek hujan” idealisme perjuangan dalam menegakkan perinsip kebenaran.Mentaliti “WHAT DO I GET “semakin menjadi-jadi budaya kepimpinan kita khususya remaja perlu di cantas secepatnya.
Ilmuwan besar seperti Agus Salim pernah mengungkapkan bahawa “MEMIMPIN ITU DERITA” iaitu orang yang berakal berasa derita sekali di tengah-tengah kenikmatan tetapi orang yang jahil berasa nikmat di tengah-tengah kecelakaan.

Penulis menuju kembali kisah yang di tunjukkan bagaimana Nabi Yaakub seorang pemimpin yang memiliki berotak perancang dengan baginda berpesan kepada setiap anaknya bahawa tidak memasuki pintu yang sama yang akhir natijahnya berpihak kepada kebenaran.Pemimpin sejati adalah pemimpin yang mencintai tdadisi keilmuan dan mencintai kebenaran untuk di pandu ketika saat kritikal menanti hadapan.
Sesengguhnya generasi ulama yang berotakkan BRILLIANT ketika ini pasti menjadi pilihan untuk mengekalkan perjuangan islam pada saat ini di ambang muktamar PAS yang akan berlangsung tidak lama lagi.

TRANSFORMASI


Nilai masa begitu penting dan begitu terhad sekali bila memandang keaadan kelling untuk memaksa nilai masa itu menjadi begitu makna tidak ternilai dan begitu makna sekali . Bila di ungkapkan betapa pentingnya nilai masa ini.
Penulis teringat kisah nilai masa yang telah di pamerkan oleh tokoh dan ulama islam dalam mengisi masanya untuk islam .Teringat akan kisah Badiuzzaman said nursi masih sempat menulis ketika sedang menunggang kuda dan kehebatan seorang ulama yang menulis untuk dakwah islam hatta tidak sempat untuk makan sehingga tidak perasan dirinya telah di suap makanan ketika itu di mulutnya.Ini semuanya di sebabkan oleh nilai sesaat masa begitu berharga dan bernilai sekali di isikan untuk islam

Mukaddimah nilai masa begitu sebenarnya memotivasikan penulis bahawa begitu penting dan berharga setiap saat di gunakan atau di beri untuk membawa kebenaran islam itu segala-galanya dalam merentasi globalisasi di ambang arus serangan pemikiran yang cukup dahsyat sekali di zaman ini.
Alasan “ aku tidak cukup masa lah nak menulis dan memberi untuk islam ni” adalah penipu sekali jika kita melihat kepentingan ruang masa yang di kurniakan itu.

Ketika kesunyian dan hanya bertemankan alunan merdu huffaz di sekeliling sebenarnya memberi ilham dalam usaha terus memberi di samping sentiasa terbuka untuk menerima.Di waktu ini penulis sedang menghayati atau lebih untuk memahami serta menyingkap sebuah pemikiran seorang tokoh reformis sehingga membawa kepada buaian lenaan tidur.
Reformis yang di maksudkan adalah MUHAMMAD ABDUH iaitu seorang tokoh reformis mujaddid dan pemikir yang sistematik.

Pemikiran beliau amat mempengaruhi pemikiran dalam agama dan politik umat islam bukan sahaja di mesir malah di seluruh dunia .Peribadinya menghimpunkan watak yang pelbagai daripada seorang pemimpin organisasi sulit membawa kepada watak seorang mufti besar dan berubah kepada seorang guru kepada sasterawan akhirnya watak sufinya kepada seorang nasionalis.

Tokoh ini membawa obor kebebasan dan pencerahan di dalam sejarah dunia moden islam .Setelah beliau di jemput oleh Jamaluddin Al Afghani ke paris dan telah menerbitkan sebuah majalah yang bernama “al urwah” yang membawa kepada kesatuan islam dan menerbitkan sebuah jurnah yang menyeru umat ini bersatu untuk memikirkan masalah menimpa mereka.Dalam keaadan politik Negara islam yang semakin mundur memberi peluang penjajahan kepada Britain ketika itu.
Muhammad Abduh menyarankan idea-idea PAN ISLAMISME yang di cetuskan oleh Al Aghani untuk melawan tindakan penaklukan eropah dengan cara menghimpunkan kekuatan di setiap Negara islam.
Penulisan Abduh dalam urwah berjaya membangkitkan 2 sentimen yang pertamanya nasionalisme dan agama
Di mana ketika itu muslim khususnya berada dalam kehancuran yang cukup berbeza di eropah ketika itu.Berpunca kerana dalaman dan luaran yang mesti di tangani .Lewat dalam upaya berfikir yang bersungguh-sungguh akhirnya menemui cara penyelesaian masalah untuk perubahan.Cara di cetuskan Abduh ketika itu antaranya dengan mereformasikan pengetahuan dalam mencapai pembaharuan atau reformasi pengetahuan

Penulis meletakkan perubahan pada gerakkan mahasiswa ketika ini untuk mencapai “TRANSFORMASI” khusus dalam pemikiran setiap mahasiswa lebih lagi penggerak mahasiswa islam.Transformasi ketika in perlu di bina bagi mencapai kekuatan dan mengembalikan kembali taring yang sudah semakin tumpul untuk di tajamkan pada masa kini sehingga mampu mencengkam mana-mana pihak yang berani muncul dalam setiap genap penjuru.
Mahasiswa perlu untuk berubah dari segi paradigma yang jelas dan matlamat dalam prjuangan serta memahami perinsip perjuangan tanpa mengikut secara melulu pendekatan terdahulu .Mereka perlu menyusun perkara yang utama tanpa mendahului perkara furuk daripada perkara perinsip.

Idealisme yang di bawa mestilah bebas daripada di belenggu dari anasir luar .Konsep “ADABUL IKHTILAF” perlu di uarkan oleh gerakkan supaya mereka dapat duduk semeja bersatu menegakkan keadilan dan kebebasan di samping menentang kezaliman dalam masyarakat.
Perbezaan pemikiran dan pendapat ini sebagai rahmat untuk menyatukan hati-hati mereka dalam melaksanakan agenda bertindak seperti yang di gariskan oleh islam.Sebagai orang yang berfikir marilah bersama untuk berfikir perkara ini.

Bersatu..


" setiap orang yang berusaha meninggikan kalimah islam boleh menggunakan segala yang ada padanya seperti harta,jiwa raga ,pena dan lidah(dakwah)"-sayyid abul ala al maududi-

Entry untuk ini penulis merasakan gelombang "KESATUAN" dan champion perlu di rasai oleh setiap individu khusus kepada mereka yang menggerakkan gelombang ini lebih-lebih lagi mestilah meletakkannya di tempat yang tinggi.ketika ini penulis merasakan seolah-olah berada pada zaman 1171-1193 kerana cuba menghabiskan buku dalam mengerti dan menghayati sejarah ketika ambang pemerintahan salehuddin al-ayyubi serta mencari di manakah generasi salehuddin untuk di bangkitkan pada hari ini seteguh jiwanya seperti panglima Asaduddin syirkuwah,Bahaudin Garagusy,panglima syamsudin dan ramai lagi .Mereka meletakkan keredaan allah segalanya di samping meletakkan kemenangan pasti milik islam jika umat islam dapat bersatu bersama.Adalah lebih bijak jika sekiranya umat islam yang kuat atau lemah berkerjasama atau bersatu supaya sebarang bentuk kezaliman yang menghalamg manusia daripada mendapat keperluan asasi di tangani dan di tentang bersama.Bagaimana kita melihat bersama kesatuan umat islam yang di tunjukkan kepada kita pada era pimpinan salehuddin dapat mengalahkan tentera salib dengan ketelitian dan kebijaksanaan strategis mampu memberi kemenangan pada islam. Adakah kita tidak mengambil iktibar sejarah dahulu atau kita termasuk golongan yang sudah lupa pada sejarah? Sejarah perjuangan dan peperangan Rasulullah adalah yang paling terbaik bahkan juga di jadikan rujukan salehuddin ketika memimpin tentera islam ketika itu. Sebenarnya. berasakan amatlah penting untuk kita memahami sejarah dan dalam mencapai kemenangan yang mutlak. Syeikh Hassan An Nadwi dalam bukunya ' Kerugian dunia kerana kemunduran umat islam" berkatanya cukup sayang sekali umat islam hari begitu mundur dalam banyak aspek dan selama berabad-abad manusia hanya berfikir dan berfalsafah perkara yang tidak ada manfaat untuk islam.Jika mereka memikirkan fokus ilmu yang mengutungkan umat islam tidak separah seperti berlaku pada hari ini. Penulis merayu supaya kita bersama untuk menfokuskan kepada inovasi serta bersama menggebleng tenaga dan menjana gelombang kesatuan yang mampu meresahkan musuh islam demi matlamat yang mutlak
.

" kamu adalah umat terbaik yang di lahirkan bagi manusia ,menyuruh kemaarufan dan mencegah kemungkaran"-(ali imran 110)


Dalam bahasa yang mudah adalah wajib untuk umat islam mempengaruhi dan memimpin dunia berdasarkan kebenaran dan keadilan serta menjadi yang terbaik pada golongan yang lain. Ya Allah sabatkan hati-hati mereka untuk berjuang sehabis mungkin dengan mempertaruhkan harta dan jiwa mereka demi merealisasikan cita-cita untuk mengibarkan panji-panji islam di puncak tertinggi "BUKIT GANTANG"

sambutlah hari-harimu dengan tarbiyah


Hari-hari yang di lewati begitu pantas sahaja.Sesaat demi sesaat,hari demi hari begitu bersahaja meninggalkan kesan dalam kehidupan.Begitu juga berpindahnya diri ini dari petang kepada petang dari malam meninggalkan malam dan dalam keaadaan pagi kepada pagi kembali.
Tarbiyah adalah usaha yang berterusan dan tidak seharusnya terhenti. Kita seharusnya sentiasa meletakkan diri kita dalam proses pentarbiyahan. Lihatlah nabi Musa a.s. Walau pun telah menjadi nabi dan mendapat tarbiyah dari Allah taala, namun beliau masih terus mencari sesuatu yang bermanfaat bagi pentarbiyahan dirinya. Tidak hina seseorang itu untuk ditarbiyah oleh orang yang lebih rendah martabatnya. Kesabaran adalah kunci utama dalam melalui saat demi saat kehidupan yang di atur oleh Allah kepada hambaNYA yang berkompaskan iman dan taqwa melalui hari -hari penuh dengan tarbiyyah
Ketahuilah para pemuda dan pemudi islam bahawa dalam sejarah kebangkitan islam sesungguhnya para futuwwah adalah peranan yang amat penting di gunakan dari segi kekuatan minda dan strategi di susunkan dengan kejujuran hati yang ikhlas berbekalkan pengorbanan yang tinggi.
Sesugguhnya tarbiyyah adalah faktor yang penting dalam menuju kesempurnaan islam.fikir dan runungkanlah!

perjuangan menuntut pengorbanan...




salam bicara...rasanya sudah lama tidak kunjungi ruangan ini apa lagi untuk update.Biasalah mungkin jiwa pemuda ini semangatnya cepat naik dan cepat turun..itulah perlunya sering di pantau dan di ingati jiwa pemuda ini.Di ruangan ini penulis ingin mengambil kesempatan untuk mengucapkan eiduladha kepada seluruh umat islam.Kita akan terfikir pengorbanan bila menyebut eiduladha.Itulah yang sering di paparkan kisah-kisah pengorbanan di setiap televisyen bila datang eiduladha.Tapi jelasnya di sini penulis ingin mengungkap apakah sebenarnya pengorbanan yang sering di sebut-sebutkan.Mungkin ramai yang masih tidak menghayati ataupun terlepas pandang apakah itu pengorbanan.maksud penulis adalah pengorbana kita untuk islam.Rasanya terlalu kerdil insan fakir ini bila menyebut pengorbanan seolah-olah sebutir pasir yang halus belum pasti lagi di capai bahkan untuk di bandingkan pengorbanan yang di lakukan oleh para rasul,sahabat dan tokoh serta mujahid dalam menegakkan kalimah agung... JOM kita muhasabah diri ini di manakah kita atau tempat kita untuk islam? manakah sumbangan kita? sudah layakkah kita untuk Syurga?..
firman Allah dalam surah taubah ayat 121 yang bemaksud.
“Dan tidaklah mereka memberikan infak baik yang kecil maupun yang besar dan tidak (pula) melintasi suatu lembah (untuk berjihad) kecuali akan dituliskan bagi mereka (sebagai amal kebajikan) untuk diberi balasan oleh Allah (dengan) yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan.”

SEsungguhnya kejayaan tidak akan tercapai jika tidak di sandarkan dengan pengorbanan.Jika tidak di tunjukkan seperti pengorbanan rasululullah dalam mengharungi liku-liku lorong-lorong yang gelap bahkan berduri,seperti ketabahan nuh dan yusuf..perlu di jadikan pengajaran.pada ketika ini di manakah remaja-remaja yang brjiwa besar seperti jiwanya salman al farisi sebagai perancang kemengan islam.?di manakah jiwa yang mengorbankan diri seperti Saidina Ali. Sama-samalah kita menghayati sirah pengorbanan para nabi dan sahabat kerana mustahil islam akan tertegak tanpa pengorbanan sebegini.
.

Barack Obama.

Siapa pun presiden amerika umat islam tidak boleh leka..mungkin kite hanya dapat menarik lafaz yang lega tetapi jangan sampai tertido.
Kemenangan Obama bagi penulis adalah tanda rakyat Amerika yang sudah muak dan bosan dengan corak pentadbiran kapitalis dan pro-zionis Bush selama ini.

Ini juga membuktikan bahawa demokrasi masih segar dan kukuh di Amerika. penulis membayangkan alangkah baiknya sekiranya Perdana Menteri Malaysia juga dipilih melalui pilihanraya khusus. Ini membolehkan rakyat menilai kualiti dan kelayakan Perdana Menteri yang memimpin sebuah negara membangun.

Kepimpinan islam....

"akan di buka kota kontantinopel di tangan seorang amir..maka sebaik-baik paglima adalah panglima mereka dan sebaik-baik tentera adalah tentera mereka"
penulis tertarik dengan hadith rasulullah yg terus membuka minda ni untuk mendalami tokoh2 perjuangan gerakan islam..dan kepimpinan islam.siapakah tokoh kepimpinan islam?...banyak tapi amat sukar untuk di temui di tengah2 zaman penuh den
gan celaru ini.Di sini penulis tertarik dgn 2 tokoh dalam satu perjuangan islam...
SULTAN MUHAMMAD ALFATIH ialah salah seorang dari tokoh pemimpin kerajaan islam yang mansyur di catatkan di dalam sejarah dunia.Beliau bukan saje hebat dari segi kepimpinan malah di geruni sebagai panglima perang cukup gah sehingga di kenali di benua eropah..
Beliaulah pemerintah islam yg pertama mendapat gelaran yg di berikan barat iaitu GRAND SEGNEUR yang bermaksud pemimpin yg agung...ini lah sejarah rigkas berkaitan dgn sultan muhammad alfatih..


Manakala tokoh seterusnya ialah NECMETTIN ERBARKAN adalah seorang pengasas gerakan islam moden turkey.Bila di ajak berdiskusi mengenai teknologi die akan berbicara sebagai orang yang pakar dalam teknologi.Jika di ajak berbicara tentang politik ..die akan menjadi tokoh politik yg memahami serta menyedari kehidupan politik..
Tokoh ini mampu mendirikan sebuah pergerakan islam padahal untuk berbicara tentang islam di turkey jarang2 berlaku dan undang2 jahanam turkey amat memandang sepatah perkataan islam yg boleh mengakibatkan penjara lima tahun.!!!
Penulis tertarik apa yg di serlahkan oleh kedua-dua tokoh ini..jadi amat mengharapkan pemimpin islam di zaman dusta ini untuk memiliki wawasan yang luas dan dapat menguasai ilmu pengetahuan sehingga mampu membawa pergerakan islam di tempat yg sesuai.Sebagai motiwasi bersama sebagai pemimpin jangan sesekali mengalah atau mundur dalam situasi apa pon..wasalm.

Badiuzzaman Said Nursi



Kekaguman Zaman (Badiuzzaman)

Badiuzzaman Said Nursi dilahirkan pada tahun 1873 di kampung bernama “Nurs”, di timur Anatolia. Nama “Nursi” ialah sempena nama kampung ini. Beliau menerima pendidikan asas daripada para ulama terkenal di daerahnya. Ketika masih muda, beliau telah menunjukkan kecerdikan dan kemampuan yang luar biasa untuk belajar. Hal ini membuatkannya terkenal di kalangan guru-guru, kawan-kawan dan orang ramai. Ketika berusia 16 tahun, beliau mengalahkan beberapa ulama terkemuka yang telah menjemputnya ke satu majlis perbahasan (ketika itu perbahasan ialah satu amalan biasa di kalangan ulama). Kemudian beliau terus mengalahkan berbagai kumpulan ulama lain sebanyak beberapa kali dalam majlis perbahasan. Selepas peristiwa ini, beliau pun digelar Badiuzzaman (Kekaguman Zaman).


"Ketahuilah, bahwa kunci kekuatan kalian aca pada keikhlasan dan kebenaran. Sampai-sampai para pendukung kebathilan ingin menghimpun kekuatan mereka dalam melakukan kebathilan.Keikhlasan pada pengabdian kita dijalan inilah yang akan mengokohkan dakwah kita"


Perjuangan Nursi untuk memelihara iman dan akidah umat Islam ketika itu cukup hebat dan menarik. Ini kerana beliau terpaksa melalui satu zaman yang cukup tragis dalam Sejarah Islam, zaman berakhirnya Empayar Uthmaniyyah dan tertegaknya selepas itu sebuah negara Sekular yang dikenali dengan Republik Turki. Dalam suasana yang tidak keharuan ini, Nursi cuba mengembalikan kegemilangan dawlah dengan mengutarakan beberapa isu menarik. Dalam bidang sosial, Nursi melihat perubahan ke arah membentuk satu sistem pendidikan yang bersepadu perlu dilakukan, iaitu pendidikan yang berteraskan kepada penyatuan antara agama dan sains. Dari sudut politik pula, Nursi berjuang menegakkan sistem pemerintahan yang berasaskan Syariat Islam (al-Qur'an dan al-Sunnah), iaitu Sistem Berperlembagaan Islam. Kehebatan perjuangan beliau ini, boleh dilihat dari kisah hidupnya dan juga dari idea-ideanya yang dikumpulkan di dalam karya agungnya, Rasa'il al-Nur.